Judul
: Orang Orang Proyek
Penulis
: Ahmad Tohari
Penerbit
: Jendela
Tahun Terbit : Cetakan
Pertama, Juli 2002
‘’ORANG ORANG PROYEK’’ menceritakan kisah
Kabul, seorang insinyur teknik yang menangani sebuah proyek pembangunan
jembatan di Desa Cibawor. Kabul yang dulunya seorang aktivis kampus, hati
nuraninya terusik melihat bagaimana permainan politik yang terjadi untuk
membangun sebuah jembatan untuk rakyat. Proyek yang didanai dari utang luar
negeri yang pasti rakyat yang menanggung beban biaya nantinya dijadikan bancaan oleh
sebuah partai politik tersebut GLM (Golongan Lestari Menang). Partai
politik ini adalah partai politik paling berpengaruh di masa Orde Baru. Korupsi
merajalela tanpa memperdulikan rakyat lagi. Diperparah rakyat yang tak mengerti
hak-hak politik mereka serasa dibuai dengan kebahagiaan semu belaka. Indonesia
yang katanya negara merdeka yang telah republik kenyataanya masih menanmkan
sikap feodalisme di sistem pemerintahannya.
Anggaran jembatan
yang sudah dikuras lebih dari tigapuluh persen, masih saja diotak-atik lagi
dananya untuk keperluan lain-lain. Misalnya, kader partai GLM yang meminta
Kabul menyumbangkan bahan-bahan pembuat jembatan guna membangun sebuah masjid
sebelum diadakannya kampanye oleh partai GLM di Desa Cibawor. Belum lagi,
partai GLM mendesak agar jembatan jadi sebelum kampanye partai tersebut
diadakan di Desa Cibawor. Hal ini disebabkan ”dari atas” yang menandatangani
surat peminjaman dana luar negeri untuk pembangunan jembatan tersebut
merupakan kader partai GLM. Beban psikologis yang ditanggung Kabul tak
dapat lagi terbendung dan akhirnya iapun memutuskan keluar dari proyek
tersebut.
Meskipun ia tak yakin
apa yang akan dikerjakan olehnya setelah keluar dari proyek tersebut. Disisi
lain, dalam novel diceritakan kisah cinta menarik antara Wati dan Kabul. Kabul
yang sebelumnya biasa saja terhadap Wati mendadak merasakan sesuatu setelah
Wati menyiapkan perlengkapan sholat jumat untuk Kabul. Ditambah lagi usaha Mak
Sumeh, seorang pemilik warung tegal di proyeknya untuk mendekatkan Kabul dengan
Wati. Wati yang sebenarnya sudah mempunyai pacar, akhirnya putus dengan
pacarnya yang seorang mahasiswa semester 5 dikampusnya. Kabul dan Wati resmi
berpacaran dan akhirnya memutuskan untuk menikah. Diakhir cerita, Kabul
melewati desa Cibawor bersama istrinya, Wati. Ia melihat plang bahwa jembatan
sedang rusak. Ia menghentikan mobil dan melihat apa yang terjadi pada jembatan
tersebut.
Tentu saja
jembatan bancaan itu cepat rusak bahkan hanya setelah setahun
setelah pembangunan karena pembuatannya yang asal-asalan. Dia menceritakan
sebuah kisah kepada Wati, suatu saat di surga dan neraka ada sebuah pembatas
dan Tuhan meminta penghuni surga dan neraka membangun jembatan pembatas. Dan
penghuni neraka berhasil menyelesaikan jembatan tersebut lebih dulu. Usut diusut
ternyata penghuni neraka banyak yang dari orang-orang proyek. Disusul suara
tawa dari Kabul dan Wati. Jadi pada intinya ‘’Orang Orang Proyek’’ tersebut
sudah paham apa yang dilakukan mereka adalah perbuatan dosa, tetapi mereka
tidak peduli lagi. Sekarang Kabul mendapatkan proyek dari sebuah perusahaan
swasta untuk membangun hotel.
Melalui Novel ini,
Ahmad Tohari mencoba untuk berbagi keresahan hatinya melihat tingkah laku
pemerintahan Orde Baru. Jalannya pemerintah Orde Baru yang korup dan rakus
membuat rakyat tidak kunjung lepas dari penderitaan dan kemiskinan.
Bentuk-bentuk ketimpangan yang terjadi dimasa Orde Baru sungguh memprihatinkan.
Terutama bagaimana ketimpangan itu muncul dan tumbuh di pedesaan.
“Orang-Orang Proyek”
merupakan secuil kisah bagaimana pembangunan infrastruktur terutama jembatan,
telah menjadi ajang bancakan para manusia-manusia rakus yang hanya mementingkan
perutnya saja. Kabul merasakan sendiri bagaima praktek penyelewengan itu
terjadi pada proyek pembangunan jembatan. Sebagai mantan aktifis mahasiswa yang
kritis melihat penyimpangan pemerintah Orba, jiwanya selalu memberontak. Ia
menyadari bahwa apa yang dulu diperjuangkan sebagai seorang aktifis yaitu
keadilan dan melawan korupsi, kini ia harus menghadapi realitas nyata
didepannya. Proyek jembatan itu menjadi pertempuran antara idealismenya dan
realitas yang ia hadapi.
Dalam kesehariannya
ia selalu dihadapkan pada pemerasan-pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum
pemerintah terhadap proyek yang sedang dilakukannya. Anggaran proyek bocor
lantaran pimpinan proyek mengeruk keuntungan dari pekerjaannya. Padahal
pimpinan proyek jembatan itu adalah senior dikampusnya. Material jembatan yang
semestinya dibeli dari produk yang berkualitas, oleh pimpinan proyek dibelikan
material bekas, hasil dari sisa-sisa jembatan yang rusak. Pantas saja,
jembatan-jembatan yang baru dibangun, umurnya tidak lebih dari lima tahun. Ya
seperti itu penyebabnya. Benar-benar kebablasan. Tidak hanya sampai disitu
saja. Pejabat kecamatan, kebupaten, sampai DPRD ikut-ikutan memeras proyek jembatan
itu, padahal jelas-jelas proyek itu untuk kepentingan rakyat.
Sebetulnya cerita
dalam novel ini sederhana, namun Ahmad Tohari menghadirkan konflik-konflik yang
beraneka ragam di seputar pembangunan jembatan. Konflik tersebut melibatkan
rakyat kecil. Terutama bagaimana penduduk desa ikut-ikutan mengambil material
berupa semen secara ilegal. Padahal jelas-jelas perbuatan tersebut membuat
anggaran pembangunan jembatan semakin bocor. Kalau rakyat kecil saja sudah
berbuat seperti itu bagaimana dengan penguasanya.
Sedari awal Kabul
menyadari, bahwa pembangunan jembatan ini hanya pamer kesombongan dari partai
penguasa. Jembatan itu dibangun untuk menyambut momentum hari ulang tahun
partai yang berkuasa. Makannya proyek pembangunan jembatan itu memang tidak beres dari awal.
Oleh para ahli bangunan menyarankan, bahwa proyek pembangunan jembatan
sebaiknya dimulai setelah musim hujan, hal tersebut dimaksudkan agar
pembangunan jembatan tidak terganggu ketika turun hujan, namun karena alasan
menyambut HUT Partai, hal itu sama sekali tidak dipedulikan. Yang jadi pikiran
mereka adalah jembatan harus jadi, sebelum perayaan ulang tahun berlangsung,
karena jembatan itu akan diresmikan langsung oleh ketua partai. Mereka juga
tidak peduli kualitas bangunan bermutu apa tidak. Malahan pimpinan proyek yang
sekaligus menjabat sebagai bendahara partai, dengan sombongnya mengatakan,
kalau jembatan rusak bisa dibangun lagi, justru dengan banyaknya jembatan rusak
malah semakin menguntungkan. Kabul merasa bahwa kelakuan para penguasa Orde
Baru telah mengebiri prinsip keilmuan yang sejatinya dijunjung tinggi. Di negri
ini, keilmuan masih menjadi anak tiri yang terabaikan keberadaanya.
Novel ini tidak
melulu bercerita tentang kebobrokan Orde Baru, Ahmad Tohari juga menyuguhkan
kisah cinta antara Kabul dengan Wati. Wati adalah seorang gadis desa yang
bekerja bersama Kabul di proyek pembuatan jembatan tersebut. Kabul yang sok
jaim dengan wati, membuat Mak Sumeh, seorang penjual warteg di dekat proyek itu
menjadi gemas dengan kelakuan dua jomlo itu. Orang tua itu diam-diam jadi mak
comblang antara Wati dan Kabul. Apalagi Wati sudah punya pacar. Ia dihadapkan
pada pilihan yang serba sulit. Memilih Kabul ataukah bertahan pada pacarnya
yang tidak mau diajaknya menikah. Selain kisah cinta mereka, hadir pula
kisah-kisah lucu di sekitar proyek jembatan tersebut.
Karena berangkat dari
ruang kehidupan rakyat pinggiran, Ahmad Tohari banyak menyajikan kisah-kisah
penduduk desa sekita proyek. Kisah pemuda proyek yang jatuh cinta pada pelayan
warung makan tegal. Kegelisahan hati Kang Martasatang yang mengetahui anaknya
selama tujuh hari tidak pulang rumah, padahal anaknya selama ini bekerja di
proyek tersebut. Desas-desus yang dihembuskan, bahwa anaknya menjadi tumbal
dari pengerjaan proyek jembatan. Tahayul-tahayul yang masih menjadi diyakini
oleh penduduk desa, sempat membuat Kabul berada dalam bahaya. Hadir juga kisah
seorang pensiunan pegawai pemerintah yang hobinya memancing. Bapak tua itu
keseharian tidak peduli siang atau malam kerjanya memancing di sungai dekat
desanya.
Kabul yang menjadi
tokoh utama dihadapkan juga pada sikap temannya yang dulu aktivis kampus, dan
kini menjadi kepala desa di daerah proyek jembatan itu. Basar, temannya Kabul
yang dulu kritsis menentang pemerintahan Orde Baru, tampak tak berdaya ketika
berada di lingkungan pemerintah. Hatinya selalu bimbang ketika mengambil
keputusan. Dia selalu dihadapkan pada keinginan partai pendukung pemerintah
atau sikap Kabul temanya yang masih kokoh dengan pendiriannya. Menjadi mantan
aktivis dan menjadi kepala desa merupakan pernik-pernik kehidupan yang
menggelisahkan. Kisah Basar sebagai mantan aktivis yang terjebak dalam kubangan
kekuasaan Orde Baru, membuat kisah dalam novel ini menjadi lebih berwarna .
Memang mengasyikkan
membaca novel Ahmad Tohari. Ia menyuguhkan cerita yang sederhana, cerita yang
memang lahir dari kondisi rakyat pinggiran, namun makna yang terkandung
didalamnya sangat dalam. Kalau ingin melihat potret kehidupan rakyat Indonesia
yang sesungguhnya, disarankan membaca tuntas novel ini, juga karya-karya
lainnya. Melalui karya-karya yang telah ia hasilkan, Ahmad Tohari telah
menyumbangkan andil besar dalam memajukan kesusastraan Indonesia.
Penokohan :
Pertama, Kabul. Ir. Kabul merupakan tokoh
utama yang juga merupakan mantan aktivis kampus yang sangat idealis menentang
kecurangan pemerintah. Ahmad Tohari menempatkan Kabul sebagai cerminan kaum
intelektual saat Orde Baru berkuasa. Kabul bersifat idealis, berpikiran lurus
namun tetap rendah hati terhadap semua orang. Tatkala atasannya maupun pejabat
sekitar Sungai Cibawor merecoki proyek yang diemban Kabul, ia tetap bersikukuh
dengan prinsip yang ia pegang kuat sejak masih menjadi mahasiswa. Namun,
lama-kelamaan Kabul tak kuasa menahan gejolak idealismenya yang seakan
ditelanjangi para penguasa Orde Baru. Pada akhirnya, Ir. Kabul mengundurkan
diri sebagai pimpinan proyek pembangunan jembatan tersebut.
Kedua, Wati. Sekretaris proyek yang dipimpin
oleh Kabul ini hadir memberi warna tersendiri. Sosok gadis desa yang cantik,
anggun namun hatinya meleleh jika bertemu Kabul dapat digambarkan oleh Ahmad
Tohari dengan unik. Kebiasaannya merengut jika dicuekin oleh Kabul membuat saya
tersenyum. Bisa dibilang sosok Wati merupakan tokoh pencair suasana tatkala
konflik-konflik menyerang Kabul. Yang saya cermati, Ahmad Tohari mampu mencipta
tokoh wanita ini dengan apik dan tidak berlebihan.
Ketiga, Pak Tarya. Novel ini diawali dengan
suasana Sungai Cibawor sehabis tiga hari yang lalu dilanda banjir besar. Dan di
tepian Sungai itu terdapat Pak Tarya yang sedang memancing tanpa tujuan.
Kehadiran tokoh Pak Tarya pada Orang-Orang
Proyek semacam malaikat bagi tokoh utama.
Sosoknya yang sederhana, nyeleneh namun di sisi lain sangat cerdas dan peka
terhadap situasi politik saat itu sangat unik. Kabul yang emosinya masih labil
banyak mendapat wejangan-wejangan tersirat dari Pak Tarya. Tapi seringkali Pak
Tarya muncul pada waktu yang terlambat, sehingga membuat pembaca geregetan
menyaksikan konflik batin yang kerap kali terjadi pada Kabul.
Keempat, Basar. Sahabat Kabul sesama aktivis
kala masih menjadi mahasiswa ini muncul sebagai Kepala Desa sekitar Sungai
Cibawor. Dorongan orangtua yang berhasrat menyalonkan dirinya menjadi Kades ia
terima dengan penuh keterpaksaan. Jiwa mantan aktivis yang sepaham dengan Kabul
ironis dengan kedudukan dirinya sebagai kaki tangan pemerintah Orde Baru.
Proyek pembangunan jembatan banyak direcoki pemerintah. Tentu saja Basar yang
merupakan pejabat pemerintah paling rendah sangat kelimpungan. Ia hanya dapat
berdiskusi dengan Kabul yang sama-sama bimbang menghadapi kenyataan yang tak
sesuai impian yang mereka cita-citakan pada saat menjadi aktivis dulu. Namun,
akhirnya kebimbangan kedua sahabat itu mampu dicairkan oleh tokoh Pak Tarya.
Kelima, Dalkijo. Picik! Inilah kata yang
pantas saya sematkan kepada tokoh ini. Dalkijo mewakili sosok insinyur
pragmatis yang sudah terdoktrin oleh gelimang kemewahan ala birokrat. Ciri
khasnya memakai kaca mata hitam branded, jaket kulit dan motor Harley Davidson
memperkuat karakter piciknya. Beberapa kali ia berseteru tentang betapa
pentingnya pemenuhan kualitas material jembatan dengan Kabul. Namun pada
akhirnya Kabul yang mengalah. Di akhir cerita Dalkijo memaksakan kehendaknya
memakai material-material bekas demi mengejar jadwal peringatan acara HUT GLM yang
semakin mepet. Tentu saja Kabul sangat mengecam keputusan Dalkijo tersebut, dan
ia mengundurkan diri sebagai penanggung jawab proyek jembatan Cibawor.
Keenam, Mak Sumeh. Tokoh Mak Sumeh hadir
sebagai tokoh yang nyinyir (kalau istilah masa kini: kepo) dan membuat pembaca
geregetan. Pemilik warung di sekitar lokasi proyek ini begitu dominan
melengkapi seluruh rangkaian isi novel. Kekaguman Wati kepada Kabul
berulangkali dituturkan Mak Sumeh dengan polos dan blak-blakan. Namun Kabul tak
menggubrisnya walaupun ia sempat juga kesal akan kenyinyiran Mak Sumeh. Di sisi
lain Mak Sumeh mewakili wong cilik yang jeli memanfaatkan peluang usaha di
sebuah tempat yang ramai, dalam hal ini lokasi proyek jembatan Cibawor.
Ketujuh, Tante Ana. Sekali lagi Ahmad Tohari
begitu cerdas mencipta tokoh yang berkarakter kuat dan khas. Tokoh Tante Ana
maupun Mak Sumeh hadir membawa corak yang membuat konflik-konflik pada
Orang-Orang Proyek mencair. Alunan kecrek dan suaranya yang berat kelaki-lakian
begitu menghibur para pekerja proyek. Tante Ana mampu hadir sebagai penghibur
kaum jelata yang haus akan hiburan. Terkadang ia rela mengamen tanpa dibayar
recehan sekalipun oleh orang-orang proyek. Tante Ana merupakan anomali dari
wong cilik yang begitu sukarela berbagi kebahagiaan dengan sesama. Tentu saja
hal ini bertolak belakang dengan Dalkijo yang hidup mapan dan bergelimang
kemewahan itu.
Buku karya Ahmad Tohari ini layak dibaca
karena ia secara detail dan gamblang menceritakan realita sosial yang terjadi
pada masa itu dan juga penggambaran tokoh Ir. Kabul yang seolah pembaca bisa
merasakan konflik yang terjadi dalam dirinya. Karya yang satu ini merupakan
karya yang cukup relevan diangkat. Baik dijadikan bahan rujukan bacaan sebagai
karya yang dapat merefleksikan kehidupan masa lampau dan saat ini masih belum
terlepas dari masalah penyelewengan alokasi dana yakni korupsi hingga kolusi
dan tak ketinggalan prinsip yang idiologis. Mampu menjadi karya yang patut guna
dijadikan bahan kajian pada mata pelajaran bahasa dan sastra di sekolah
menengah.
Backlink / URL Link :
http://uny.ac.id
http://library.uny.ac.id
https://journal.uny.ac.id
Sumber Buku : UPT Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta
Sumber lainnya :
www.google.com
Backlink / URL Link :
http://uny.ac.id
http://library.uny.ac.id
https://journal.uny.ac.id
Sumber Buku : UPT Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta
Sumber lainnya :
www.google.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar